Rabu, 26 Agustus 2009

PENGEMBANGAN PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

PENGEMBANGAN PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DI SMKN 1 PUNGGING MOJOKERTO
(Oleh: Herianto)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arah dan strategi pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir, tampaknya tidak banyak mengalami perubahan yang signifikan. Akan tetapi dengan adanya perluasan kesempatan belajar di SMK cenderung menyebabkan bertambahnya pengangguran terdidik dari pada bertambahnya tenaga kerja yang produktif. Padahal investasi dan pembiayaan terbesar yang dilakukan pemerintah dalam pendidikan kejuruan terletak pada sistem SMK.
Hal ini telah mengundang kritik tajam terhadap penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Kritik itu tentu saja beralasan karena data menunjukkan bahwa proporsi penganggur dari lulusan berpendidikan yang lebih tinggi ternyata lebih besar dibanding dengan proporsi penganggur dari lulusan pendidikan yang lebih rendah.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Depdiknas (Direktorat Dikmenjur) sejak tahun 1995 memprakarsai dibentuknya Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan Nasional yang keanggotaannya melibatkan seluruh komponen dari kalangan dunia usaha/industri, asosiasi profesi, birokrat, peneliti dan akademisi, LSM, dan teknokrat (1997). Satuan tugas ini bertanggung jawab dalam merumuskan Kebijakan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan Nasional. Salah satu Pedoman Pelatihan Kejuruan yang telah dirumuskan adalah Keterampilan Menjelang 2020 Untuk Era Global. Tentu saja, dilihat dari sudut pandang pragmatis, hal ini merupakan suatu kemajuan dalam tataran politik pendidikan nasional. Namun demikian, banyak pengamat pendidikan meragukan substansinya, mengingat struktur pendidikan dan pelatihan industri yang dikemas cenderung lebih bersifat makro dan terkesan sangat teoritik tanpa memperhitung- kan dengan cermat bagaimana gambaran potensi SMK di daerah-daerah dengan kualitas pendidikan yang relatif rendah dan tingkat penyebaran yang tidak merata.
Bahkan isu yang berkembang dan mengemuka dewasa ini adalah terjadinya kesenjangan antara sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat. Hal ini berarti bahwa yang dipelajari di sekolah, merupakan hal lain yang terjadi di masyarakat, sehingga disinyalir sekolah semakin menjauhkan peserta didik dengan dunia nyata, tertutama di daerah pedesaan. Oleh karena itu, agar peserta didik dapat mengenal dengan baik dunianya dan dapat hidup wajar di masyarakat pedesaan, perlu dibekali beragam kompetensi yang relevan dengan kebutuhan lapangan kerja. Salah satu kompetensi yang perlu diberikan kepada peserta didik adalah kompetensi yang berkaitan dengan bidang pertanian.
Kabupaten Mojokerto merupakan daerah yang agraris dengan potensi lahan pertanian sangat luas. Potensi tersebut harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan produk dan jasa pertanian yang diperlukan bagi kebutuhan masyarakat. Salah satu alternatif yang sangat tepat dilakukan adalah mengembangkan SMK Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian. Dengan mengembangkan teknologi hasil pertanian secara tidak langsung akan berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Mojokerto.
Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian merupakan program keahlian yang belum ada di SMK-SMK Kabupaten Mojokerto. Program keahlian tersebut, memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan, dengan beberapa pertimbangan antara lain: (1) Mojokerto merupakan daerah agraris yang mayoritas penduduknya sebagai petani, (2) SDM yang ahli dalam teknologi hasil pertanian sangat minim, (3) peluang kerja untuk mengembangkan hasil pertanian sangat besar, dan (4) tenaga kerja yang ahli dalam teknologi hasil pertanian sangat dibutuhkan.
SMKN 1 Pungging Mojokerto termasuk salah satu SMK yang berpeluang besar untuk mengembangkan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian. Hal ini disebabkan karena: (1) SMKN 1 Pungging terletak di daerah pegunungan dengan kualitas tanah di sekitarnya sangat subur, (2) potensi lahan pertanian di sekitarnya sangat luas, (3) mayoritas penduduknya sebagai petani, (4) kebutuhan tenaga kerja yang profesional dalam bidang pertanian sangat dibutuhkan, dan (5) mendapat dukungan dari pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto. Di samping lima hal tersebut, SMKN 1 Pungging Mojokerto masih belum mengembangkan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, dapat dimaknai bahwa Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian sangat berpeluang besar untuk dikembangkan di Kabupaten Mojokerto, terutama di SMKN 1 Pungging Mojokerto.

B. Topik Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan dalam makalah ini adalah belum adanya Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian di SMKN 1 Pungging Mojokerto. Belum adanya Program Keahlian tersebut, secara tidak langsung akan mempengaruhi daya serap lulusan SMKN 1 Pungging dalam mengembangkan lapangan pekerjaan yang baru, terutama lapangan kerja di daerah pedesaan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian yang relevan dengan kebutuhan masyarakat pedesaan di Kabupaten Mojokerto.

C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengembangkan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian di SMKN 1 Pungging Mojokerto. Pengembangan ini, dapat dijadikan sebagai alternatif untuk membuka Program Keahlian baru di SMKN 1 Pungging secara khusus, dan SMK-SMK di Mojokerto secara umum.

II. LANDASAN PEMIKIRAN
A. Konsep Dasar Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum, ditinjau dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran, dan lulusannnya. Kriteria yang harus dimiliki oleh pendidikan kejuruan adalah: (1) orientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja; (2) jastifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan; (3) fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif; (4) tolak ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah; (5) kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja; (6) memerlukan sarana dan prasarana yang memadai; dan (7) adanya dukungan masyarakat (Finch & Crunkilton, 1984).
Sementara itu, Nolker dan Shoenfeldt (1983) menyatakan bahwa dalam memilih subtansi pelajaran, pendidikan kejuruan harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan kerja. Ditinjau dari lulusannya, Bulter (1979) menjelaskan bahwa kriteria lulusan pendidikan kejuruan harus memiliki kecakapan: (1) minimal, pengetahuan dan keterampilan khusus untuk jabatannya; (2) minimal, pengetahuan dan keterampilan sosial, emosional, dan fisik dalam kehidupan sosial; (3) minimal, pengetahuan dan keterampilan khusus dasar; dan (4) maksimal, kejujuran umum, sosial, serta pengetahuan dan keterampilan akademik, untuk jabatan, individu, dan masa depannya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dimaknai bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang berfungsi untuk membekali peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, serta mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri, termasuk lapangan kerja yang ada di pedasaan.
B. Tinjauan Filosofis
Secara filosofis, dalam memandang pendidikan kejuruan, terdapat dua pertanyaan yang menyangkut dasar pengembangan program pendidikan kejuruan: apa yang harus diajarkan, dan bagaimana harus mengajarkan (Calhoun dan Finch, 1982). Kedua pertanyaan tersebut mengundang jawaban tentang prioritas yang ditentukan. Menurut Calhoun dan Finch, asumsi dan prinsip-prinsip fundamental cenderung menyatukan dan mengarahkan perencanaan pendidikan kejuruan. Calhoun dan Finch (1982) menegaskan bahwa sumber prinsip-prinsip fundamental pendidikan kejuruan adalah individu dan perannya dalam suatu masyarakat demokratik, serta peran pendidikan dalam transmisi standar sosial. Dengan demikian, tujuan puncak sistem pendidikan kejuruan adalah memaksimalkan kesempatan individu untuk belajar sepanjang hayatnya dan mencapai kehidupan yang baik.
Chambers dalam Sonhadji (2000) menyatakan bahwa martabat yang mulia harus dibina melalui mental dan rasionalitas dalam pendidikan. Dalam hal ini, Chambers berpendapat bahwa proses pendidikan harus ditekankan pada aspek mental dan rasionalitas. Dengan perkataan lain, pendidikan merupakan aktivitas yang bernilai intrinsik, yaitu usaha pemberian prespektif kognitif dan rasionalitas kepada peserta didik, agar peserta didik memiliki martabat mulia.
Dari pandangan-pandangan di atas, dapat dimaknai bahwa sistem pendidikan kejuruan harus menjamin terwujudnya masyarakat yang memiliki kehidupan lebih baik, dan martabat yang mulia, melalui proses mental dan rasionalitas.

C. Tinjauan Sosiologis
Calhoun, Light, dan Keller (1997) menyatakan bahwa pendidikan memiliki dua fungsi pokok, yaitu fungsi manifes dan fungsi laten. Fungsi manifes pendidikan adalah mengajar matapelajaran spesifik bagi peserta didik, seperti membaca, menulis, aritmatik, dan keterampilan akademik lainnya. Sedangkan fungsi laten adalah mengajar keterampilan dan sikap sosial, seperti disiplin diri, kerjasama dengan orang lain, mentaati hukum, dan bekerja keras untuk mencapai suatu tujuan. Lebih rinci lagi, Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuh fungsi sosial pendidikan, yaitu: (1) mengajar keterampilan, (2) mentransmisikan budaya, (3) mendorong adaptasi lingkungan, (4) membentuk kedisiplinan, (5) mendorong kerja kelompok, (6) meningkatkan perilaku etik, dan (7) memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Konsep pendidikan, ditinjau dari pandangan sosiologis, juga dikemukakan oleh Rogers, Burdge, Korsching, dan Donnermeyer (1988). Rogers, dkk. mendefinisikan pendidikan sebagai proses di mana suatu budaya (culture) secara formal ditransmisikan kepada peserta didik. Budaya di sini diartikan sebagai aspek-aspek material dan non material dari cara hidup yang dimiliki bersama dan ditrasmisikan di antara anggota suatu masyarakat. Dari pandangan ini, pendidikan mengacu pada setiap bentuk pembelajaran budaya yang berfungsi sebagai transmisi pengetahuan, mobilitas sosial, pembentukan jati diri, dan kreasi pengetahuan.
Dari pandangan-pandangan di atas, dapat disebutkan bahwa pendidikan adalah transmisi budaya dari generasi satu ke generasi berikutnya, yang memiliki fungsi manifes dan fungsi laten, untuk mewujudkan integrasi fungsional dan mempertahankan struktur sosial dalam suatu masyarakat.

D. Tinjauan Ekonomi
Kontribusi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi terjadi melalui kemampuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang ada. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh investasi modal, tetapi juga tenaga kerja yang memiliki fleksibilitas dalam menguasai keterampilan baru untuk melaksanakan pekerjaan baru, sejalan dengan perubahan struktur ekonomi dan lapangan kerja (The World Bank, 1991). Sementara itu, Hicks (1992), dengan menggunakan data dari Bank Dunia, menyimpulkan bahwa negara-negara dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, memiliki tingkat income yang lebih tinggi.
Hicks (1992) menjelaskan bagaimana memahami kontribusi pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi, dengan cara mengetahui, sebab-sebab pertumbuhan serta proses pertumbuhan itu sendiri. Menurut Hicks, para ahli ekonomi mengidentifikasi tiga faktor produksi, yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal. Dalam proses pertumbuhan ekonomi, lahan diasumsikan tidak mengalami perubahan. Sehingga, dua faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja dan modal.

E. Tinjauan Program Keahlian SMK di Kabupaten Mojokerto
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto, terdapat sembilan (9) Bidang Keahlian untuk semua kelompok SMK di Mojokerto. Adapun Bidang Keahlian tersebut meliputi: (1) Teknik Mesin, (2) Teknik Elektro, (3) Teknik Bangunan, (4) Bisnis dan Manajeman, (5) Pariwisata, (6) Keperawatan, (7) Tata Kecantikan, (8) Tata Busana, dan (9) Telekomunikasi.
Data tersebut menunjukkan bahwa Bidang Keahlian Pertanian masih belum di kembangkan di Kabupaten Mojokerto. Bidang Keahlian Pertanian terdiri dari 5 (lima) program keahlian, di antaranya: (1) Budidaya Tanaman, (2) Budidaya Ternak, (3) Bididaya Ikan, (4) Teknologi Hasil Pertanian, dan (5) Mekanisasi Pertanian. Berdasarkan data tersebut, maka di Kabupaten Mojokerto sangat tepat apabila membuka program keahlian baru yang berkaitan dengan bidang pertanian. Akan tetapi dalam makalah ini lebih difokuskan pada pengembangan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian di SMKN 1 Pungging Mojokerto.

III. MODEL PENGEMBANGAN
Strategi yang diajukan dalam model pengembangan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian adalah sebagai berikut: (1) Analisis SWOT, (2) pembuatan proposal pengembangan Program Keahlian, (3) pendekatan ke industri pasangan, (4) persetujuan Kepala Dinas Pendidikan dan Dinas Pertanian, (5) penyerahan proposal ke Dikmenjur, dan (6) pembukaan program keahlian.

Keenam langkah tersebut hendaknya dilaksanakan secara penuh dengan melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat. Di samping itu, perlu sosialisasi kepada masyarakat tentang program keahlian yang sudah dikembangkan. Adapun tahapan langkah-langkah pengembangan dapat dilihat pada gambar 3.1 sebagai berikut.














Gambar 3.1 Langkah-langkah Pengembangan Program Keahlian
1. Pembuatan Proposal dengan analisa SWOT, yaitu menganalis kemungkinan dibukanya Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian di SMKN 1 Pungging Mojokerto.
2. Pendekatan pada Industri sebagai Institusi pasangan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian, presentasi pelaksanaan Program Keahlian dan kesepakatan dengan MOU.
3. Persetujuan Kepala Dinas Pendidikan, Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto dan Bupati Mojokerto, dengan pernyataan diijinkan pembukaan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian dan pernyataan kesanggupan pemberian Dana Sharing dari Pemerintah Daerah.
4. Penyerahan Proposal ke Dikmenjur Depdiknas Jakarta, dan pemberian ijin pembukaan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian di SMKN 1 Pungging Mojokerto.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Konsep dasar pendidikan kejuruan berfokus pada perumusan kompetensi riel yang mutlak harus dicapai oleh peserta didik dengan orientasi pada market driven dan life skill. Sasarannya adalah agar seluruh perencanaan program pendidikan dan pelatihan memiliki relevansi dan integrasi yang kuat dengan kecenderungan sinyal pasar kerja, sehingga peserta didik diharapkan dapat meraih kesempatan maksimal dalam memperebutkan lapangan kerja yang tersedia dan memiliki beragam kompetensi yang dapat digunakan untuk mengembangkan lapangan kerja yang baru.

A. Tantangan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian
Dilihat dari perspektif perkembangan SMK, sekurang-kurangnya tiga dimensi pokok yang menjadi tantangan bagi SMK Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian, terutama dalam konteks regional.
1. Implementasi program keahlian Teknologi Hasil Pertanian harus berfokus pada pendayagunaan potensi sumber daya lokal, sambil mengoptimalkan kerjasama secara intensif dengan institusi pasangan (misalnya: dunia usaha, industri, asosiasi profesi, balai pelatihan industri, dan balai pelatihan tenaga kerja).
2. Pelaksanaan kurikulum Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian harus berdasarkan pendekatan yang lebih fleksibel sesuai dengan trend perkembangan dan kemajuan teknologi pertanian agar kompetensi yang diperoleh peserta didik selama dan sesudah mengikuti program diklat, memiliki daya adaptasi yang tinggi.
3. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan untuk Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian sepenuhnya harus berorientasi mastery learning (belajar tuntas) dengan melibatkan peran aktif-partisipatif para stakeholders pendidikan, termasuk optimalisasi peran Pemerintah Daerah.
Tantangan tersebut harus segera dicari solusi pemecahannya, jika tidak, maka pendidikan di SMK dikhawatirkan akan menimbulkan kesenjangan, dan program diklat menjadi tidak bermanfaat karena output sekolah kejuruan hanya mampu menunjukkan kompetensi artifisialitas, bukan kompetensi adapatif dan produktif yang sesungguhnya.

B. Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian dalam Perspektif Masyarakat Pedesaan
Kenyataan menunjukkan bahwa persoalan inti yang mengemuka dalam manajemen SMK, baik di daerah-daerah maupun di tingkat nasional, terletak pada regulasi pendidikan yang terlalu ketat dan berjenjang. Kenyataan ini pastilah menjadi kontraproduktif jika dikaitkan dengan keberadaan SMK di daerah pedesaan. Jika mengacu pada asumsi pasar, maka ada suatu fenomena yang menarik, tetapi seringkali terabaikan oleh pakar kejuruan bahwa pada umumnya, peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran (aktivitas pendidikan dan pelatihan), sejak lama disadari sebagai manpower resources yang memiliki fungsi ganda yaitu: (1) sebagai peserta didik, dan (2) sebagai anak yang harus membantu orang tua mencari nafkah. Di sekolah ia berperan sebagai peserta didik, namun dalam lingkup rumah tangga (household) ia juga adalah sosok petani yang berkewajiban membantu orang tua mencari nafkah. Karena ia terlibat sangat jauh sebagai tenaga kerja inti dalam rumah tangga, maka hanya sedikit kesempatan yang tersedia bagi mereka untuk melakukan pembaharuan terhadap jenis-jenis kompetensi yang dibutuhkan oleh industri, baik kompetensi produktif, adaptif maupun komptensi normatif.
Persoalan lain muncul karena daya dukung industri di pedesaan terhadap SMK memiliki keterbatasan, baik dalam aspek kontribusi program, kehandalan, maupun aspek-aspek alokasi investasi untuk membantu pembiayaan pendidikan kejuruan dalam perspektif jangka panjang. Oleh karena itu memerlukan pemikiran serius untuk membangun suatu model SMK yang cocok dengan privalensi kebutuhan lapangan kerja di daerah pedesaan. Dengan potensi wilayah yang berbeda, tingkat alokasi pembiayaan pendidikan yang sangat rendah, serta regulasi ketenagakerjaan yang tidak distandarisir di tingkat nasional dan regional, merupakan suatu kendala yang sangat berarti bagi SMK di daerah pedesaan untuk dapat memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif.
Secara faktual, arah dan strategi pengembangan SMK tidak dapat dipaksakan dengan suatu kebijakan yang seragam seperti yang dilakukan oleh para menteri dan birokrat pendidikan di masa lalu. Heterogenitas kondisi geografis, keanekaragaman potensi sumber daya alam, dan perbedaan-perbedaan karakter sosial budaya masyarakat, harus menjadi bahan-bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pendidikan. Oleh karena itu sistem pendidikan kejuruan yang ada di daerah pedesaan masih perlu direformasi, terutama disebabkan oleh perbedaan-perbedaan tersebut.
Kabupaten Mojokerto merupakan daerah yang mayoritas penduduknya sebagai petani, dengan lahan pertanian yang sangat luas, SDM yang ahli dalam teknologi hasil pertanian sangat minim, peluang kerja untuk mengembangkan hasil pertanian sangat besar, dan tenaga kerja yang ahli dalam teknologi hasil pertanian sangat dibutuhkan. Dengan dasar itu, maka sangat tepat apabila di Kabupaten Mojokerto dikembangkan Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian.
Mengacu pada permasalahan tersebut, maka penulis mengembangkan model SMK Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian di SMKN 1 Pungging, yang berorientasi pada pengembangan teknologi pertanian, khususnya bidang agrobisnis dan agroindustri. Landasan rasionalitasnya adalah karena masyarakat di daerah pedesaan adalah masyarakat petani dan mereka membutuhkan kompetensi nyata guna mengangkat harkat dan kualitas hidupnya. Sudah saatnya dibangun SMK yang dapat mengajarkan kepada petani program-program diklat yang lebih fleksibel.
SMK secara moral harus menyadari bahwa kualitas kehidupan petani yang cenderung miskin secara absolut adalah akibat dari kebijakan pemerintah di bidang pertanian yang tidak pernah berpihak kepada petani. Jika SMK gagal mengangkat harkat dan kualitas hidup masyarakat di lingkungannya, berarti proses pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik selama ini hanyalah sekumpulan simbol yang tidak bermakna. Oleh karena itu landasan filosofi SMK harus direformasi dari pohon keilmuan menjadi siap terjun ke masyarakat untuk membuka lapangan kerja yang baru.

V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa SMKN 1 Pungging Mojokerto perlu membuka Program Keahlian Teknologi Hasil Pertanian. Program keahlian tersebut diharapkan sesuai dengan privalensi kebutuhan lapangan kerja, sehingga dapat melahirkan SMK yang memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif.

B. Saran
Dari kesimpulan yang dikemukan di atas penulis menwarkan saran-saran sebagai berikut.
1. SMKN 1 Pungging disarankan untuk membuka program keahlian Teknologi Hasil Pertanian dengan jalan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sudah ditawarkan dalam makalah ini.
2. Dinas Pendidikan dan Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto disarankan mendukung sepenuhnya pengembangan program keahlian Teknologi Hasil Pertanian dengan jalan memberi ijin pembukaan program keahlian dan pemberian bantuan berupa dana sharing dari pemerintah daerah.

Daftar Rujukan
Bulter, F.C. 1979. Instructional Systems Development for Vocational and Technical Training. Englewood Cliffs, N.J.: Educational Technology Publication.
Calhoun, C.C., Finch, A.V. 1982. Vocational Education: Concepts and Operations (2nded.). Belmont, California: Wadworth Publishing Company.
Calhoun, C., Light, D., dan Keller, S. 1997. Sociology (7th ed.). New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Finch, C.R., dan Crunkilton, J.R. 1984. Curriculum Development in Vocational and Technical Education: Planning, Content and Implementation. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Hicks, N.L. 1992. Education and Economic Growth. Dalam Psacharopoulos, G. (Ed.), Economics of Education, Research and Studies. Elkins Park, PA: Franklin Book Company, Inc.
Nolker, H., dan Schoenfieldt, E. 1983. Pendidikan Kejuruan: Pengajaran, Kurikulum, dan Perencanaan. Terjemahan Agus Setiadi. Jakarta: PT Gramedia.
Rogers, E.M., Burdge, R.J., Korsching, P.F., dan Donnermeyer, J.F. 1988. Social Change in Rural Societies (3th ed.). Engkelwood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, Inc.
Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia. 1997. Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era Global. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sonhadji, A. 2000. Alternatif Penyempurnaan Pembaharuan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Depdiknas.
The World Bank. 1991. Vocational and Technical Education and Training. Washington, D.C.: The World Bank.

Tidak ada komentar: