Minggu, 30 Agustus 2009

Pengembangan Modul Bubut Dasar Berdasarkan KTSP dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SMKN 1 Pungging

Pengembangan Modul Bubut Dasar Berdasarkan KTSP dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di SMKN 1 Pungging
Oleh:
Herianto, M.Pd
Abstract: The Development of Basic Turning Machine Module Based on KTSP to Improve the Quality of Teaching-learning Proces in SMKN 1 Pungging. The purpose of the developing experiment is to develop the basic turning machine module based on KTSP to improve the quality of teaching-learning proces in SMKN 1 Pungging. The method of the developing experiment in this teaching-learning project is Dick and Carey model. Based on the expert instuctor estimation, the module is included in the criteria of good (80%), while the design specialist, the module is in the rate of less (54,7%). The estimation list, based on the group test, it belongs to good criteria (75%), and in the trial test, it belongs to good criteria (75,04%).

Kata kunci: pengembangan, modul, KTSP, kualitas pembelajaran.


PENDAHULUAN

SMKN 1 Pungging Mojokerto merupakan salah satu SMK yang baru mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Data sekolah menunjukkan bahwa 4 (empat) Program Keahlian sudah mengembangkan kurikulum, termasuk Program Keahlian Teknik Pemesinan. Program Keahlian Teknik Pemesinan merupakan program keahlian yang bergerak dalam bidang produksi, dengan mesin bubut, mesin frais, dan mesin skrap sebagai peralatan utama dalam pelaksanaan praktik.
Berdasarkan data sekolah, menunjukkan bahwa jumlah peralatan yang ada di Program Keahlian Teknik Pemesinan terdiri dari; mesin bubut 8 unit, mesin frais 4 unit, dan mesin skrap 2 unit. Melihat jumlah mesin yang ada tidak sebanding dengan jumlah peserta diklat yang ada, yakni berjumlah 429 anak. Adapun jumlah bahan ajar (modul dan buku) yang tersedia untuk guru pada matadiklat produktif sangat terbatas, hanya 15 eksemplar. Sedangkan jumlah kompetensi yang ada di Program Keahlian Teknik Pemesinan sebanyak 20 kompetensi. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas pembelajaran.
Data sekolah juga menunjukkan bahwa nilai kompetensi teori kejuruan peserta diklat Program Keahlian Teknik Pemesinan mulai tahun ajaran 2006/2007, 2007/2008 berada dalam kategori rendah, yakni rata-rata 6,5 atau hanya 60% peserta diklat yang mencapai standar kompetensi. Padahal untuk dinyatakan lulus/kompeten dalam setiap kompetensi, semua peserta diklat harus memperoleh nilai minimal 7,00 (Depdiknas, 2006: 20). Realita tersebut secara tidak langsung merupakan dampak negatif dari rendahnya kualitas pembelajaran yang ada di Program Keahlian Teknik Pemesinan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru/instruktur praktik, menyatakan bahwa rendahnya kualitas pembelajaran di Program Keahlian Teknik Pemesinan disebabkan karena tiga hal, yakni (1) kualitas pendidik/instruktur belum sesuai dengan kualifikasi, (2) sumber belajar/bahan ajar belum memadai, dan (3) prasarana dan sarana belum memadai. Ketiga komponen tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran yang ada di kelas/bengkel.
Dari hasil pengamatan peneliti pada Program Keahlian Teknik Pemesinan, alat dan bahan ajar merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Alat dan bahan ajar merupakan fasilitas/sumber belajar yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran. Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar memiliki arti yang sangat penting dalam melengkapi, memelihara, dan memperkaya khasanah belajar. Pendayagunaan fasilitas dan sumber belajar secara maksimal akan memandu peserta diklat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Program Keahlian Teknik Pemesinan, ditemukan bahwa sumber belajar yang dirancang untuk proses pembelajaran belum disusun berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran. Di samping itu juga, ditemukan bahwa setiap kelas memiliki peserta diklat dengan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Karena perbedaan tersebut perlu diupayakan suatu teknik pembelajaran maupun sumber belajar yang disesuaikan dengan perbedaan individu peserta diklat. Oleh karena itu, pembelajaran akan lebih efektif jika dirancang secara sistemik dan sistematis. Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dikembangkan rancangan pembelajaran yang bersifat individual, yakni sistem pembelajaran modular.
Modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta diklat mencapai tujuan. Jadi modul merupakan rancangan pembelajaran yang sangat tepat untuk membantu peserta diklat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini disebabkan karena: (1) modul merupakan paket pembelajaran yang bersifat self instruction, (2) mengakui adanya perbedaan individu, (3) memuat rumusan tujuan pengetahuan, (4) adanya asosiasi, struktur, dan urutan pengetahuan, (5) penggunaan berbagai macam media pembelajaran, (6) adanya partisipasi aktif peserta diklat, (7) adanya reinforcement langsung terhadap respon peserta diklat, dan (8) adanya evaluasi terhadap penguasaan bahan.
Realita di lapangan menujukkan bahwa modul yang relevan dengan kondisi SMKN 1 Pungging Program Keahlian Teknik Pemesinan belum ada. Hal ini disebabkan karena guru belum pernah merancang modul pembelajaran. Padahal dalam melaksanakan kurikulum, seorang guru harus dapat mengembangkan rancangan pembelajaran yang relevan dengan kondisi sekolah. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran. Untuk itu, ketersediaan modul yang relevan merupakan sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh peserta diklat dan guru dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa Program Keahlian Teknik Pemesinan belum memiliki modul yang relevan/sesuai dengan KTSP SMKN 1 Pungging Mojokerto. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan modul agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun dalam pengembangan ini lebih difokuskan pada pengembangan matadiklat Bubut Dasar.
Matadiklat Bubut Dasar merupakan matadiklat produktif dengan kompetensi, yaitu Melakukan Pekerjaan dengan Mesin Bubut. Data Program Keahlian Teknik Pemesinan menunjukkan bahwa nilai teori kejuruan untuk matadiklat Bubut Dasar selama dua tahun terakhir, berada dalam kategori rendah, yakni rata-rata 6,4 atau hanya 58% peserta diklat yang mencapai standar kompetensi. Salah satu faktor utamanya adalah belum tersedianya modul untuk matadiklat Bubut Dasar yang sesuai dengan KTSP SMKN 1 Pungging. Belum adanya modul tersebut secara tidak langsung akan berdampak negatif terhadap kualitas pembelajaran, sehingga akan mempengaruhi ketercapaian peserta diklat dalam mencapai standar kompetensi minimal yang telah ditentukan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu adanya pengembangan modul Bubut Dasar berdasarkan KTSP dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging. Dengan demikian tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk mewujudkan modul Bubut Dasar yang sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMKN 1 Pungging. Rancangan pembelajaran berupa modul bubut dasar diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging.

METODE
Model pengembangan yang digunakan dalam rancangan pembelajaran modul Bubut Dasar ini adalah Model Dick and Carey (2001). Model ini terdiri atas (10) sepuluh langkah (tahap), akan tetapi dalam penelitian pengembangan ini hanya dilakukan sampai pada tahap yang kesembilan. Adapun tahapannya meliputi: (1) mengidentifikasi tujuan pembelajaran, (2) analisis pembelajaran, (3) mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik peserta diklat, (4) merumuskan tujuan kegiatan pembelajaran, (5) mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, (6) mengembangkan strategi pembelajaran, (7) mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, (8) merancang dan melakukan penilaian formatif, (9) merevisi materi pembelajaran, dan (10) melakukan penilaian sumatif.
Prosedur pengembangan dalam penelitian ini adalah (1) menetapkan matadiklat, (2) mengidentifikasi silabus matadiklat yang akan dikembangkan, (3) mengidentifikasi tujuan pembelajaran, menulis tujuan pembelajaran, mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik peserta diklat, merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan butir-butir tes, mengembangkan strategi pembelajaran, dan mengembangkan materi pembelajaran, (4) tahap penyusunan dan penulisan modul yang mempunyai komponen pembelajaran yang meliputi: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, epitome, uraian isi pelajaran, rangkuman, soal latihan/tugas, tes formatif, evaluasi, kunci jawaban, dan daftar pustaka, (5) uji coba produk meliputi kajian ahli matadiklat (isi), ahli media, dan ahli desain, uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, uji coba lapangan.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian pengembangan ini adalah angket, wawancara, dan tes. Penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik deskriptif. Teknik analisis ini juga digunakan untuk mengolah data yang diperoleh melalui angket dalam bentuk deskriptif persentase. Skor tertinggi setiap pernyataan adalah 4 dan terendah adalah 1.
Kajian Produk yang Telah Direvisi
Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya produk akhir pengembangan modul bubut dasar berdasarkan KTSP dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging, dapat diselesaikan dengan baik. Berdasarkan hasil akhir uji coba lapangan, modul pembelajaran yang dikembangkan ini, telah berhasil menunjukkan kebermanfaatannya serta keefektifannya dalam pembelajaran. Hal ini didasarkan hasil wawancara dengan peserta diklat dan guru/instruktur mata diklat, di samping observasi langsung peneliti pada saat pembelajaran di bengkel. Komentar peserta diklat dan guru/instruktur menunjukkan bahwa modul pembelajaran ini sangat membantu dan memudahkan peserta diklat dalam memahami standar kompetensi melakukan pekerjaan dengan mesin bubut.
Pada saat uji coba lapangan peserta diklat terlihat antusias dalam mengikuti pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Hal ini dibuktikan dengan perolehan hasil belajar peserta diklat sebelum pembelajaran (pretes) memperoleh skor rata-rata 39,67 dan sesudah pembelajaran (postes) memperoleh skor rata-rata 75,00, ada kenaikan perolehan skor sebesar 35,33. Dengan demikian, modul pembelajaran yang dihasilkan telah memberikan konstribusi yang signifikan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran.
Idealnya modul pembelajaran, yang dikembangkan harus tetap berpedoman pada prinsip belajar aktif. Belajar aktif adalah proses belajar yang disertai adanya aktivitas mental dan atau aktivitas fisik yang dapat mengoptimalkan pencapaian hasil belajar (Purwanto dan Sadjati, 2004). Contoh aktivitas mental dalam belajar aktif adalah berfikir, memilih, dan menerka, membayangkan, dan menyikapi. Sedangkan aktivitas fisik dalam belajar aktif, misalnya menulis atau melakukan praktik. Berikut ini akan dikaji secara obyektif dan tuntas wujud akhir (prototipe produk) pengembangan modul bubut dasar berdasarkan KTSP dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging.
Modul yang baik dapat dilihat dari kualitas isinya, yakni; isinya sesuai dan tepat serta cakupan materinya cukup memadai, urutan materi tersaji secara sistematis, uraian dan contohnya jelas, memungkinkan terjadinya interaktivitas, misalnya ada suruhan tugas dan latihan fisik, layout dan ilustrasinya menarik, dan bahasa yang digunakan bersifat komunikatif dengan kalimat-kalimat sederhana, pendek, dan langsung. Selain itu, materi dalam modul harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, akurat dan komprehensif.
Selain kualitas isi, kualitas fisik modul perlu juga diperhatikan. Kualitas fisik ini berkaitan dengan pemilihan jenis huruf (font). Ukuran pencetakan, dan penjilidannya harus diperhatikan. Kerjasama tim yang solid dan komunikasi yang intensif antara penulis dengan semua unsur yang berpartisipasi dalam produksi modul ini, sangat diperlukan untuk menghasilkan modul yang baik. Berdasarkan data angket uji coba kelompok kecil dan lapangan, untuk item tampilan fisik mendapat penilaian dengan presentase rata-rata 75%. Jika dikonversikan dengan tabel tingkat validitas, tampilan fisik termasuk dalam kriteria baik. Ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kualitas fisik setelah dilakukan perbaikan.
Secara keseluruan modul bubut dasar yang dikembangkan menggunakan ukuran kertas A4. Ukuran kertas ini dipilih karena modul yang akan dibuat lebih banyak gambar-gambar, selain itu teks dan gambar diusahakan memenuhi 50% luas halaman kertas. Tinker dalam Sudarma (2006:107), menyatakan bahwa jika ingin memperoleh estetika teks, sebaiknya teks memenuhi luas halaman kertas sebanyak 50%.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tujuan pokok pengembangan modul bubut dasar berdasarkan KTSP adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging. Hal ini dapat dibuktikan dengan perolehan hasil belajar peserta diklat sebelum pembelajaran (pretes) memperoleh skor rata-rata 39,67 dan sesudah pembelajaran (postes) memperoleh skor rata-rata 75,00, ada kenaikan perolehan skor sebesar 35,33. Dengan demikian, modul bubut dasar yang dikembangkan telah memberikan konstribusi yang signifikan terhadap peningkatan kualitas pembelajaran.

Saran Pemanfaatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan produk ini, jika produk ini digunakan dalam proses pembelajaran praktik, adalah sebagai berikut. (1) modul pembelajaran ini didesain untuk pembelajaran praktik di bengkel, sehingga peran guru/instruktur masih diperlukan dalam memperjelas konsep, fakta dan prinsip dasar dalam kompetensi melakukan pekerjaan dengan mesin bubut, (2) tujuan pokok pengembangan modul ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SMKN 1 Pungging, dalam rangka meningkatkan kompetensi peserta diklat pada matadiklat bubut dasar, sehingga mencapai standar minimal kompetensi yang telah ditetapkan.

Saran Desiminasi
Pembelajaran pengembangan modul ini dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta diklat Program Keahlian Teknik Pemesinan SMKN 1 Pungging. Apabila ingin digunakan pada SMK-SMK lain, perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi setempat.
Mengingat modul ini baru melalui tahapan penilaian formatif, maka disarankan sebelum didesiminasikan secara lebih luas, perlu dilakukan penilaian sumatif. Dengan demikian, keefektifan dan keefisienan modul benar-benar teruji.

Saran Pengembangan Produk Lebih Lanjut
Berdasarkan hasil uji coba menunjukkan bahwa produk pengembangan berupa modul Bubut Dasar sudah dalam kriteria baik, namun masih banyak aspek yang dapat dikembangkan. Beberapa saran pengembang/peneliti yang dapat dilakukan untuk pengembangan produk lebih lanjut, adalah sebagai berikut: (1) perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut pada aspek yang lebih besar, dengan mengujikan keseluruhan materi yang ada dalam modul ini, (2) modul pembelajaran bubut dasar yang sudah dikembangkan perlu diperbaiki dan disempurnakan lagi terutama dari sisi desain dan media pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN
Depdiknas. 2006. Petunjuk Teknis Penyusunan Perangkat Uji Ujian Nasional Komponen Produktif dengan Pendekatan Project Work. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Dick, W., Carey, L. & Carey O. J. 2001. The Systematic Design Of Instruction. Fifth edition. London: Scott, L. Foresman and Company.
Kuswandi, D. 2001. Validasi Media: Analisis Kelayakan Media yang Akan Dikembangkan. Bahan Kuliah tidak diterbitkan. Malang: Jurusan TEP FIP Universitas Negeri Malang.
Puwanto dan Sadjati, I. M. 2004. Pendekatan Inovatif Instructional System Design dalam Perencanaan dan Pengembangan Bahan Ajar. Dalam Dwi Padmo (Ed). Teknologi Pembelajaran: Peningkatan Kualitas Belajar Melalui Teknologi Pembelajaran (hlm. 415-438). Jakarta: Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan.
Sudarma, I. K. 2006. Pengembangan Paket Pembelajaran Dengan Model Dick and Carey Mata Kuliah Pengembangan Media Pendidikan II IKIP Negeri Singaraja. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Tidak ada komentar: