Jumat, 20 Juli 2007

Pendekatan Konstruktivistik dalam Pendidikan Kejuruan

A. LATAR BELAKANG
Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka , dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kulitas pendidikan nasional.
Dalam konteks pembaharuan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti, yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Dan secara makro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa.
Ada kecenderungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi dikelas-kelas kita. Pendekatan kosntekstual (contekstual learning and teaching) adalah suatu pendekatan pengajaran yang karaktersitiknya memenuhi harapan itu.
Pembelajaran konstekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dam mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Ada tujuh komponen utama yang mendasari penerapan dalam pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme, (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakata belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (auntentic assesment). Akan tetapi dalam pembahasan makalah ini lebih difokuskan pada komponen konstruktivisme.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit-demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh karena itu, dalam pembelajaran konstruktivime harus dikemas dalam proses ”konstruksi” bukan ”menerima” pengetahuan.
Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum obyektivis dalam hal tujuan pembelajaran. Kaum obyektivis lebih menekankan pada hasil pembelajaran yang berupa pengetahuan. Dalam pandangan konstruktivis, ”strategi memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memproleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru memfasilitasi proses tersebut dengan cara (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Menurut Jean Piaget, ada empat konsep belajar konstruktivisme yang dapat diaplikasikan dalam pendidikan yaitu (1) skemata, (2) asimilasi, (3) akomodasi, (4) keseimbangan (equilibrium). Secara sederhana skemata dapat dipandang sebagai kumpulan konsep atau kategori yang di gunakan individu ketika ia berinteraksi dengan lingkungan, sehingga skemata merupakan struktur kognitif yang selalu berkembang dan berubah. Sedangkan asimilasi pada dasarnya tidak merubah skemata, tetapi mempengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan skemata. Dengan demikian, asimilasi adalah proses kognitif individu dalam usahanya untuk mengadaptasikan diri dengan lingkungannya.
Dalam pandangan Jean Piaget akomodasi adalah suatu proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai pengalaman baru. Proses kognitif tersebut menghasilkan terbentuknya skemata baru dan berubahnya skemata lama. Dengan perkataan lain, asimilasi bersama-sama akomodasi secara terkoordinasi dan terintegrasi menjadi penyebab terjadinya adaptasi intelektual. Sedangkan keseimbangan (ekuilibrium) merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan yang selalu stabil, dalam artian terjadi keseimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi dengan adanya keseimbangan ini maka efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkembangan dengan lingkungannya dapat tercapai dan dapat terjamin.
Adapun penerapan filosofi konstruktivisme dalam pembelajaran, menurut Jean Piaget ada lima langkah: 1) pengaktifan pengatahuan yang sudah ada (akfating knowledge), 2) pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), 3) pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), 4) penerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh (applying knowledge), 5) melakukan refleksi (reflecting on knowledge)
Sedangkan menurut Yager (1991) prosedur pembelajaran konstruktivistik ada empat langkah: 1) bagaimana memulai pelajaran, 2) bagaimana melanjutkan pelajaran, 3) bagaimana menjelaskan penjelasan dan solusi, 4) bagaimana kegiatan selanjutnya.